Menyambut Senyum Mentari di Gunung Bromo

Tentang pagi yang tak pernah bosan bersama dengan sang waktu yang datang menggantikan malam. Tentang pagi yang tak pernah lelah bersama dengan waktu, memulai hari menerangi bumi dan tentang yang datang untuk sisakan kenangan –Setyo Aji

Berkunjung ke Gunung Bromo suatu impian bagiku, bahkan sudah aku masukkan kedalam list perjalanan yang tidak tau kapan akan terjadi. Bahkan ada beberapa teman yang kadang menertawakanku ketika aku bilang belum pernah sampai ke Gunung Bromo. Salah satu sahabat ketika kuliah dulu hampir tiap malam pergantian tahun selalu berkunjung ketempat ini, mereka beramai-ramai naik motor menikmati pergantian tahun di Gunung Bromo. Pengen.. Pasti, namun mungkin takdir masih belum mengantarkanku kesana, hanya sekuntum bunga Eidelweis yang kadang aku dapat dari mereka sebagai bukti kalau teman-temanku sudah sampai kesana.

Namun, akhir tahun kemarin berdalih kata “Refresh your mind” bersama teman-teman kantor tanpa rencana matang, tanpa pikir panjang memutuskan untuk berkunjung ke Bromo.

Perjalanan cukup panjang, kebetulan salah satu teman tinggal di Probolinggo maka kami pun numpang bermalam disana. Senja berganti malam namun mata tak mau terlelap, pas terlelap gugahan alarm berbunyi, jam 2 sudah harus berangkat. Rasa ngantuk hilang seketika, melawannya dinginnya angin malam kami berangkat menuju ke Sukapura, disana kami sudah ditunggu oleh mobil jeep yang sudah di booking dari beberapa hari sebelumnya.

Aku merasa takjup ketika sampai di pombensin Sukapura sudah banyak sekali orang dari berbagai daerah berkumpul disana untuk persiapan perjalanan ke Bromo. Bahkan telintas dibenakku mereka rela bermalam di pombensin, ngemper di pinggir jalan hanya untuk menikmati sentuhan sunrise di Gunung Bromo, walaupun mungkin ada tujuan lain setelah itu. Hawa dingin sudah mulai terasa, banyak para penjual sarung tangan dan kerpus terlihat disana bahkan ada beberapa remaja yang secara suka rela membagikan masker secara cuma-cuma pada setiap orang yang ia temui.

Perjalanan pun berlanjut, beberapa mobil Jeep mulai berderetan dengan kemudi yang sangat handal menurutku. Menyisiri lereng pengunungan dengan jalan curam sambil menembus kabut tebal, pak sopir yang mobilnya kami tumpangi hanya berbalut kaos tipis dengan selendang sarung, maklum sepertinya ia keturunan Suku Tengger yang sudah terbiasa melawan dinginnya hawa pegunungan. Banyak pertanyaan yang kerap kali aku tanyakan pada bapaknya, mungkin dari penumpang lainnya aku merupakan penumpang yang super kepo. Tanjakan-tanjakan curam ditaklukkan satu-persatu, rasanya si pak sopir ini sudah hafal sekali rute-rute curamnya, terlihat jelas ia santai sekali mengemudinya dan mengendalikan gigi kosneleng Jeep.

Ketika sampai di parkiran, kembali dibuat takjup dengan banyaknya kerumunan manusia dari berbagai daerah bahkan mungkin belahan dunia, karena ada banyak wisatawan asing juga berbaur. Tapi sempat sedikit kecewa karena penanjakan 1 di tutup sedang di renovasi. Sehingga semua pengunjung mencari tempat alternatif untuk melihat sunrise. Sambil melawan dinginnya pagi yang tanpa sengaja aku melihat temperatur 7 derajat celcius  kami mencari tempat alternatif, So.. yang berniat untuk pergi ke Bromo di musim kemarau, persiapkanlah pakaian tebal untuk menahan dinginnya udara. Tak hanya itu, pastikan juga kesehatan tubuh mumpuni. Minumlah vitamin untuk menjaga tubuh dari anomali cuaca yang akan di hadapi.

Bukit King Kong menjadi pilihan kami. Tempatnya tak begitu jauh dari parkiran, dengan bukit yang tidak terlalu tinggi tetapi masih tetap bisa menikmati keindahan pegunungan. Dari sini tampak kabut tipis menutupi lautan pasir memperlihatkan Gunung Batok, Gunung Semeru dan Gunung Bromo yang menjulang menembus kabut. Detik demi detik silih berganti, pengunjung terlihat semakin banyak, tak hanya anak remaja tapi ada emak-emak sosialita serta terlihat juga beberapa sudah masuk usia senja juga turut meramaikan tempat ini.

Semburat mentari pagi pelan-pelan muncul dari ufuk timur. Cahaya jingganya begitu indah menyembul dari balik perbukitan Bromo Tengger Semeru. Meskipun tipis, warna terangnya menyita perhatian semua mata. Sinarnya memunculkan berbagai gradasi warna di langit yang sebelumnya gelap. Fajar yang segaris semakin melebar di ikuti matahari yang muncul dari balik cakrawala. Seolah menyingkap tirai yang menutupi Gunung Bromo, Gunung Batok dan puncak Semeru. Dalam sekejap, pemandangan sekitar yang tadinya gelap dan samar-samar mulai tampak terang.

Satu per satu bentang alam mulai tampak terlihat jelas. Gunung Bromo, Gunung Batok, dan Gunung Semeru semakin tegas terlihat. Begitu pula awan putih yang menghiasi lereng-lereng dan puncak-puncaknya, semakin menambah keindahan alam di sekeliling. Dan akhirnya sang mentari pun muncul, langit menjadi cerah dan pemandangan alam nan indah terhampar jelas, mentari tersenyum menyapa bumi dan segala isinya.

Perjalanan panjang kami pun terbayarkan setelah menikmati sapaan the golden sunrise ini, hanya satu kalimat yang terucap setelah menyaksikan detik demi detik pergantian gelap menuju terang “Subhanallah, Fabiayyi Ala I Robbikuma Tukadziban”. Seusai sang surya menampakkan dirinya secara utuh, kami menutup perjalanan ini dengan doa syukur. Berterima kasih pada Sang Khalik karena telah menitipkan bumi nan cantik di tangan kita. Keindahan puncak Bromo mengajarkanku untuk selalu bersyukur bahwa Indonesia punya harta karun yang patut dijaga!

Perjalanan ini tak berhenti hanya sampai disini saja, masih continue..

Share

3 thoughts on “Menyambut Senyum Mentari di Gunung Bromo

  1. senangnya ya mbak bisa jalan ke sana, semoga aku nanti suatu saat bisa ke sana bareng keluarga. pemandanannya itu lho mbak, keren abis

  2. Pengen mengulangi lagi jalan-jalan ke sana. sekian tahun yang lalu agak kurang sukses karena salah seorang anak saya terus menangis karena dibangunin saat perjalanan menuju Bromo. Lagi enak-enaknya tidur 😀

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *