Sengketa Perbatasan Pengaruhi Keutuhan ASEAN

Saya pikir sudah hari  ke-10 #10daysforASEAN, ternyata masih hari ke-7 yah… Masih kurang 3 hari lagi. Hari ini meskipun hari minggu jadwal padat merayap, pas mau browsing mencari ide kuota internet habis, wezz lengkap kan, padahal temanya #Makjleb

Tahun 2015 diharapkan ASEAN menjadi satu komunitas tunggal, yang merangkul seluruh negara di ASEAN.  Namun di antara anggota ASEAN, ada juga yang memiliki sengketa antar negara, terutama terkait dengan perbatasan antar negara. Seperti yang terjadi dengan Singapura dan Malaysia.

Singapura mempunyai sengketa perbatasan dengan Malaysia pada pulau di pintu masuk Selat Singapura sebelah timur. Ada tiga pulau yang dipersengketakan, yaitu Pedra Branca atau oleh masyarakat Malaysia dikenal sebagai Pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Persengketaan yang dimulai tahun 1979, sebenarnya sudah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 2008, dengan menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada pemerintahan Singapura. Namun dua pulau lagi masih terkatung-katung penyelesaiannya dan penyerahan Pedra Branca itu, kurang diterima oleh Masyrakat Malaysia sehingga kerap terjadi perselisihan antar masyarakat.

diambil di (id.wikipedia.org)

diambil di (id.wikipedia.org)

Permasalahan perbatasan wilayah antar Negara yang berada dalam suatu Negara bertetangga sering kali kita dengar akhir-akhir ini, ada yang sudah kelar ada juga yang tak kunjung selesai sehingga mempengaruhi keamanan antar Negara tersebut sebagaimana halnya salah satu Negara-negara anggota ASEAN yang memiliki sengketa antar negara, terutama terkait dengan perbatasan antar Negara seperti  yang terjadi dengan Singapura dan Malaysia.

Mengingat sengketa wilayah batas Negara  dengan Malaysia pikiran saya terbawa pada masalah yang pernah dialami Indonesia dengan Malaysia tentang kepemilikan Ambalat, pulau  Sipadan dan pulau Ligitan  yang sampai akhirnya terbentuk perjanjian Tapal Batas Kontinental Indonesia-Malaysia.

Singapura mempunyai sengketa perbatasan dengan Malaysia pada pulau di pintu masuk Selat Singapura sebelah timur. Ada tiga pulau yang dipersengketakan, yaitu Pedra Branca atau oleh masyarakat Malaysia dikenal sebagai Pulau Batu Puteh, Batuan Tengah dan Karang Selatan. Sengketa yang terjadi antara Malaysia dan Singapura mengenai kepemilikan atas Pulau Batu Puteh (Pedra Branca) muncul pertama kali pada tahun 1979 ketika pemerintah Malaysia menerbitkan sebuah peta yang berjudul “Wilayah Perairan dan Batas Landas Kontinen Malaysia” yang memasukkan pulau Pedra Branca dalam wilayah kedaulatan Malaysia. Singapura mengajukan protes terhadap hal itu pada tanggal 15 Februari 1980 yang menolak klaim Malaysia dan meminta untuk mengakui kedaulatan Singapura atas Pedra Branca. Di pulau Batu Puteh ini berdiri Mercusuar Horsburgh yang dibangun Singapura  tahun 1851 dan menjadi pintu masuk ke Selat Singapura, Ketiga pulau karang ini sudah menjadi sengketa selama kurang lebih 29 tahun.

Persengketaan ini dimulai sejak tahun 1979 dan sudah diselesaikan oleh Mahkamah Internasional tahun 2008 dengan menyerahkan Pulau Pedra Branca kepada pemerintahan Singapura. Namun dua pulau lainnya yakni Batuan Tengah dan Karang Selatan masih terkatung-katung penyelesaiannya dan penyerahan Pedra Branca itu, kurang diterima oleh Masyrakat Malaysia sehingga kerap terjadi perselisihan antar masyarakat.

Jika ditanya “Bagaimana menurut teman-teman blogger penyelesaian konflik ini terkait dengan Komunitas ASEAN 2015?

Seperti yang sudah kita semua ketahui bahwa wawasan Komunitas ASEAN 2015 terbagi menjadi tiga pilar, yaitu keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya, jika persengketaan perbatasan Negara belum juga terselesaikan maka akan berpengaruh pada pilar keamanan jadi Bagaimana mungkin Komunitas ASEAN 2015 akan terwujud dan berjalan dengan lancar jika masih ada sengketa antar negara anggotanya seperti perebutan hak kepemilikan pulau di perbatasan antara Singapura dan Malaysia.

Nah menurut pendapat saya untuk dapat menyelesaikan konflik kepemilikan pulau diperbatasan guna menciptakan harapan ASEAN 2015 yaitu menjadi satu komunitas tunggal serta dapat merangkul seluruh negara di ASEAN ini dapat dilakukan dengan cara friendly negotiations dengan berdasar pada territorial perairan atau yang lebih dikenal dengan ZEE serta melihat sejarah dari daerah yang menjadi sengketa tersebut, jika hal ini belum berhasil maka dapat pula diselesaikan dengan cara diplomasi ASEAN dengan menyerahkan pada Mahkamah Internasional layaknya seperti penetapan kepemilikan Pedra Branca itu.

Dan tidak seharusnya hasil dari Mahkamah Internasional masih diperdebatkan karena keputusan tersebut sudah cukup adil. Namun jika dikemudian hari ada perselisihan lagi karena tidak terima dengan hasil Mahkamah Internasional seperti Malaysia merasa tidak puas karena Pedra Branca atau Batu Puteh tak jatuh ke tangannya,ini dapat dijadikan sebagai pelajaran berharga bagi negara Malaysia-Singapura  dalam hal pulau lain yang keberadaannya tidak diserahkan pada kedaulatan wilayahnya. Namun dibalik semua perselisihan perebutan hak kepemilikan pulau di perbatasan seyogyanya memang harus dilakukan secara damai tanpa adanya kekerasan agar harapan ASEAN 2015 terciptanya komunitas tunggal juga dapat terlaksana, memang sulit sekali meredakan konflik perselisihan yang menyangkut perbatasan dua Negara tapi jangan sampai perselisihan ini menjadi batu sandungan bagi ASEAN guna mencapai visi dan misi komunitas ASEAN 2015.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *