Menjaga kearifan lokal Madura ketika Memperingati Maulid Nabi

Maulid nabi ini dikenal oleh orang Madura dengan sebutan Bulen Mulod. Pelaksanaannya dimulai dari malam tanggal 1 sampai 30 pada Rabiulawal. Orang Madura memeriahkan Mualid nabi dengan berbagai kegiatan, misalnya membaca doa bersama di Masjid atau di rumah mereka masing-masing. Di samping itu, kebiasan yang tidak pernah ditinggalkan oleh orang Madura adalah berdoa bersama dan menyediakan makanan yang beraneka macam.  Ini sangat unik untuk dikaji karena kebiasaan seperti ini mungkin tidak dimiliki oleh etnik lain.

Kebiasaan ini mereka lakukan secara turun-temurun sampai saat ini. Tujuan dari peringatan Maulid Nabi untuk membangkitkan kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW, meningkatkan ukuwah Islamiyah, dan berbagi rezeki kepada masyarakat atas limpahan serta rahmat yang diberikan oleh Allah. Oleh karena itu, orang Madura yang berada di perantauan tidak pernah melupakan adat istiadat leluhur mereka. Peringatan hari besar Islam seperti ini merupakan momen penting untuk membangun silaturahmi, baik sesama maupun etnik yang berbeda.  Mungkin kegiatan Maulid Nabi Muhammad SAW lebih menitikberatkan pada kebersamaan dalam perbedaan yang ada dalam masyarakat kita. Perbedaan tidak jadikan jurang pemisah di antara kita, tetapi jadikan keberagaman sebagai kekayaan yang tak ternilai harganya.

Kearifan lokal menjadikan media dalam menyusun kebutuhan rohaniyah bagi keberlangsungan hidup masyarakat Madura dimana ia bermukim. Ini kerap diekspresiakan dalam bentuk saloka seperti :

Andhap asor tampaknya menjadi tolok ukur dalam menanamkan etika dan estetika, termasuk didalamnya tentang kesantunan, kesopanan, penghormatan, dan nilai-nilai luhur lainnya sehingga menjadi raddin atena, bagus tengka gulina (cantik hatinya, baik tingkah lakunya). Untuk membangun kebersamaan diungkap dengan kata bileh cempa, palotan, bileh kanca, taretan, (bila beras yaitu ketan, bila teman adalah saudara), hal ini disimbolkan sebagai bentuk untuk menjaga keutuhan persabatan, dalam peribahasa Madura disebutkan Mon ba’na etobi’ sake’ ja’ nobi’an oreng (kalau kamu dicubit sakit, jangan nyubit orang lain).

Kehidupan yang harmoni menjadi penekanan kehidupan yang diharapkan dalam rampa’ naong beringin korong, serta ghu’tegghu’ sabbhu’ atau song-osong lombung, merupakan solidaritas sosial antar warga. Meski kekerasan kerap menjadi indentitas orang Madura seperti carok misal, dalam pandangan orang Madura memiliki tempat tersendiri, karena alasan-alasan tertentu menyangkut perasaan malu akibat harga diri diinjak-injak sehingga melahirkan carok.

Ango’ potea tolang etembang pote mata (lebih baik putih tulang daripada putih mata, lebih baik mati daripada menanggung malu) atau otang pesse nyerra pesse, otang rassa nyerra rassa, otang nyaba nyerra nyaba (hutang uang uang dibayar uang, hutang rasa dibayar rasa, hutang nyawa dibayar nyawa) yang barangkali menjadi pertimbangan mereka. Sebenarnya semua itu dapat diselesaikan dengan terhormat bila diawali dengan abhak-rembhak (berembuk, musyawarah) yang telah mengakar kuat dalam masyarakat Madura.

Masyarakat Madura dikenal sebagai perantau, dan dari sinilah kemampuan dalam etos kerja diungkap seperti karkar kar colpe’, bantheng tolang seang are seang malem, sapa atane bakal atana’, sapa adagang bakal adaging, abharentheng, abanthal omba’ asapo’ angin, alako berra’ apello koneng dan sejenisnya menunjukkan etos kerja dalam usaha memenuhi kehidupan sehari-harinya, meski harus “kepada jadi kaki, kaki jadi kepala”.

Landasan kearifan lokal inilah, yang menjadikan masyarakat Madura sangat diikat dan terikat oleh nilai kekebaratan, sehingga dalam kondisi apapun mereka akan tetap saling membantu satu-sama lain. Ketika bulan Maulid tanggal 12 Rabiulawal warga Madura yang ada dalam perantauan akan pulang dan berkumpul merayakan Maulid Nabi di Masjid. Dengan membawa makanan baik berupa buah-buahan maupun yang lainnya disusun ditengah Masjid dengan dikelilingi warga. Bacaan Solawat Nabi teriiring tanda seruan Cinta kepada  Nabi Muhammad SAW, sampai acara ini berakhir dengan rebutan makanan yang mereka bawa tadi. Ini terlihat sekali nilai kekerabatan antar warga.

Acarapun tak berakhir hanya di malam itu saja, keesokan hari masih pada tanggal 12 RabiulAwal warga Madura (sesuai adat daerah masing-masing) masih merayakan mauled Nabi dirumahnya masing-masing, mereka menyebutnya dengan Mulod Cocokan. Undangan dalam Mulod cocokan ini nantinya akan mendapatkan Berkat (makanan dan kue-kue yang dibungkus untuk dibawa pulang undangan) untuk dibawa pulang.

Share

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *